Sabtu, 26 November 2011

kisah para mualaf (part 7)

Tia AFI : Hidayah Itu Akhirnya Datang Juga

NAMA Saya Theodora Meilani Setiawati, namun akrab dikenal dengan nama Tia AFI, dilahirkan di sebuah kota yang tenang. Tepatnya di Kota Solo Jawa Tengah, tanggal 7 Mei 1982 dari pasangan orang tua yang berbahagia. Ayahku bernama Bambang Sutopo (46), sedangkan ibuku tercinta bernama Rini Sudarwati (42). Kota ini tidak jauh dari Kota Yogyakarta, bila naik mobil bisa ditempuh selama satu jam setengah. Ayahku seorang penganut agama Nasrani yang sangat taat, demikian pula ibuku. Sehingga, ketika aku dilahirkan 22 tahun yang silam, sudah barang tentu saya hidup mengikuti agama keyakinan ayah dan ibuku. Bahkan sesekali dalam napasku terbiasa dengan kalimat-kalimat yang mengagungkan Tuhan. Bahkan ada yang berkumandang di sekelilingku dengan memperdengarkan lagu-lagu puja-puji terhadap Tuhan.

Sebagai anak pertama dalam keluarga, konon ekonomi keluargaku belumlah terlalu mapan. Keadaan saat itu memang serbasulit, tetapi ayah dan ibu tidak putus asa. Saat dilahirkan, ibuku tidak bisa langsung membawa pulang sang bayi yang montok dan cantik, karena tidak cukup untuk menebus biaya melahirkan di rumah sakit.

Tetapi ayahku tidak kalah semangat, ia lalu meminjam uang secukupnya pada seniman kawakan Srimulat, Bu Jujuk. Atas jasa beliaulah kemudian bayi yang diberi nama lengkap Theodora Meilani Setiawati itu, bisa meninggalkan rumah sakit.
Streaming Final AFI Indosiar
untuk lebih mengetahui profile Tia AFI dipanggung
Insya Allah dimasa-masa yad Tia AFI membawakan Nasyid Islami

Memasuki sekolah SD hingga SMP saya tumbuh sebagaimana anak kebanyakan. Ayahku yang beda keyakinan dengan ibuku meski sama-sama Nasrani, melewati hari-harinya dengan tetap saling menghormati satu sama lain. Ibu rajin ke gereja, ayahku pun demikian. Mau tidak mau, saya pun sering diajak oleh ayah atau ibu ke gereja.

Di sisi lain saya tentu tumbuh di lingkungan yang kedua orang tuaku berharap kelak, dapat menjadi anak yang berguna bagi agama yang dianut oleh keluargaku. Tetapi harapan tidak berarti sebuah anjuran. Karena ternyata di dalam keluargaku, diberi kebebasan dalam memilih cita-cita di kemudian hari. Juga bebas meyakini agama yang dianut masing-masing asal bisa bertanggung jawab dengan agama yang diyakini tersebut.

Sifat demokrasi yang tumbuh dalam keluargaku inilah, mempermudah langkahku dalam pencarian keyakinan yang mendektai kebenaran yang hakiki. Semua agama memang sama. Agama adalah persoalan keyakinan, yang dipercaya mampu membawa kemaslahatan. Membawa kita kearah kebaikan. Sebuah pedoman agar kita tidak tersesat. Dan persoalan ketenangan batin.

Tetapi begitulah yang namanya hidayah jika sudah atas kehendak-Nya, insya Allah dijalani dengan sebaik-baiknya oleh umat yang menjalaninya. Setelah saya memeluk agama Islam, saya tidak ingin mengganti namaku, karena akan berefek pada semua identitasku yang formal seperti keterangan di rapor sekolahku. Biarlah namaku seperti yang sekarang. Toh tidak memberatkan.

Suatu hari di bulan Ramadan beberapa tahun silam, ketika itu saya masih duduk di bangku SMA kelas satu. Tiba-tiba saja hatiku berdegup kencang karena kekaguman yang sangat luar biasa. Ketika senja mulai turun, saat bedug magrib bertalu dan suara azan berkumandang, berbondong-bondong orang-orang bersatu untuk berbuka puasa dan shalat Maghrib. Lalu bersama-sama pula berangkat ke masjid untuk shalat Isya dan Tarawih. Alangkah indahnya kebersamaan itu, sambil mengenakan mukena warna putih. Pikirku alangkah sucinya saat menghadap Tuhan.

Lingkungan sekolahku pun ikut mendukung, teman-temanku hampir semua beragama Islam, tiba-tiba saya iri ingin menikmati kebersaman itu, yang sebelumnya tidak saya temui di agama keyakinan terdahulu. Saya ingin merasakan bagaimana puasa, bagaimana mendirikan shalat Tarawih bersama-sama. Pertama-tama saya minta dituntun teman, tetapi lama-kelamaan saya memperoleh kekuatan untuk bicara pada kedua orang tuaku. Sampai suatu hari saya sampaikan niat untuk memeluk agama Islam. Kaget juga saat niat baik itu disampaikan, terutama saya melihat reaksi ibu dan ayah.

Lama mereka terdiam. Kami tanpa kata-kata.

Akhirnya ibu berkata tulus, kalau kamu sudah yakin dengan pilihanmu, jangan sampai mempermainkan agama. Dan asalkan kamu menjalankannya dengan segala tanggung jawab silakan saja. Saya tahu ibu berat melepas anaknya untuk berseberangan keyakinan dengan dirinya. Mungkin ibu menyadari, di antara mereka (ayah dan ibu) saja sudah berseberangan, tetapi bisa hidup rukun.

Saya seperti memperoleh setetes air dipadang pasir yang gersang. Air itu saya teguk dengan lahap, dan berdesis Allahu Akbar tanpa sadar saya bersujud, karena kedua orang tuaku ternyata merestui akan pilihan keyakinanku. Sebelumnya memang sudah saya bayangkan tidak akan sulit saya peroleh, karena kehidupan beragama dalam keluargaku sudah tampak berwarna sejak sebelum saya dilahirkan ke bumi. Maka begitu saya memperoleh izin dan tanpa ada intervensi dari pihak luar, sejak itulah saya mengucapkan dua kalimat syahadat yang dibimbing oleh seorang pemuka agama di Solo. Sejak itulah saya terus belajar sendiri dan banyak bertanya pada teman-teman sepergaulanku.

Ketika saya putuskan untuk memeluk agama Islam, saya tidak dalam posisi dipengaruhi oleh siapa pun, dan tidak juga oleh pacar yang kebetulan sekarang ini sama-sama beragama Islam. Karena waktu itu saya belum bertemu Mas Endy (30). Oleh sebab itu agama dalam keluargaku sekarang ini semakin berwarna. Tetapi tetap rukun dalam tiga agama yang dianut, ada Islam, ada Katolik, dan Protestan.

Sekarang dalam perjalanan keislaman saya yang masih banyak kekurangannya, tidak henti-hentinya saya selalu memohon bimbingan-Nya agar saya senantiasa diberi kekuatan untuk menjalankan agamaku dengan sepenuh hati. Puasa yang kini saya jalani di Jakarta, memang nikmat, tetapi lebih nikmat saya menjalankan puasa itu di rumah sendiri di Solo. Kalau di Solo, ibu selalu ikut bangun memasak dan membangunkan untuk sahur, padahal ibu agamanya tidak sama dengan saya. Saya terkadang rindu masakan ibu, saat-saat puasa seperti sekarang ini.

Di sini di Jakarta, saya masak seadanya, banyaknya beli jadi. Dan kebanyakan pula disediakan di Indosiar untuk mengisi acara "Pondok AFI" saat sahur menjelang. Saya hanya selalu berusaha agar puasa yang saya lakukan tiap tahun meningkat kadar kualitas menjalankannya. Dan berharap dosa-dosa yang pernah diperbuat dapat diampuni Allah SWT. Amin.

kisah para mualaf (part 6)

Mirza Riadiani Kesuma cq Chicha Koeswoyo : Mendapat Hidayah dari suara Azan


Nama Mirza Riadiani barangkali memang tidak dikenal. Tetapi nama penyanyi cilik yang mencuat di tahun 70-an lewat lagu "Helly" nama seekor anjing kecil, pasti semua orang sudah dapat menebaknya. Ya. siapa lagi kalau bukan Chicha Koeswoyo yang sekarang lebih dikenal sebagai wanita karier. Chicha sekarang memang Direktur PT Chicha Citrakarya yang bergerak di bidang Interior Design, Enterprise, Grafic Design, dan Landscape. Yang jelas perbedaan antara Chicah cilik dan Chicha sekarang bukan pada penyanyi atau wanita karier; tetapi pada keyakinan imannya. Chicha hari ini adalah Chicha yang muslimah, yang hatinya telah terbimbing cahaya kebenaran Dinullah (Islam).

Perihal keislaman saya, beberapa majalah ibukota pernah mengakatnya. Itu terjadi tahun 1985. Singkatnya, saya tergugah mendengar suara azan dari TVRI studio pusat Jakarta.

Sebetulnya saya hampir tiap hari mendengar suara azan. Terutama pada saat saya melakukan olah raga jogging (lari pagi). Saat itu, saya tidak merasakan getaran apapun pada batin saya. Saya memperhatikannya sepintas lalu saja.

Tetapi, ketika saya sedang mempunyai masalah dengan papa saya, saya melakukan aksi protes dengan jalan mengurung diri di dalam kamar selama beberapa hari. Saya tidak mau sekolah. Saya tidak mau berbicara kepada siapapun. Saya tidak mau menemui siapapun. Pokoknya saya ngambek.

Pada saat saya mengurung diri itulah, saya menjadi lebih menghabiskan waktu menonton teve. Kurang lebih pulul 18.00 WIB. siara teve di hentikan sejenak untuk mengumandangkan azan magrib.

Biasanya setiap kali disiarkan azan magrib, pesawat teve langsung saya matikan. Tetapi pada saat itu saya betul-betul sedang malas, dan membiarkan saja siaran azan magrib kumandang sampai selesai. Begitulah sampai berlangsung dua hari.

Pada hari ketiga, saya mulai menikmati alunan azan tersebut. Apalagi ketika saya membaca teks terjemahannya di layar teve. Sungguh, selama ini saya telah lalai, tidak perhatikan betapa dalam arti dari panggilan azan tersebut.

Saya yang sedang bermasalah seperti diingatkan, bahwa ada satu cara untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak, yaitu dengan shalat. Di sisi lain, suara azan yang mengalun syahdu, sanggup menggetarkan relung hati saya yang paling dalam. Hati saya yang resah, seperti di sirami kesejukan. Batin terasa damai dan tenteram.

Kebetulan meskipun beragama kristen, tetapi saya sekolah di SMA Yayasan Perguruan Islam Al-Azhar Kebayoran Baru. Sejak peristiwa itulah saya menjadi sering merenung dan memperhatikan teman-teman yang melaksanakan shalat di Masjid Agung Al-Azhar yang memang satu kompleks dengan sekolah saya.

Saya pun mulai sering berdiskusi dengan teman-teman sekelas, terutama dengan guru agam saya Bp Drs. Ajmain Kombeng. Beliau orang yang paling berjasa mengarahkan hidup dan keyakinan saya, sehingga akhirnya saya membulatkan tekat untuk memeluk agama Islam. Apalagi menurut silsilah, keluarga kami masih termasuk generasi kedelapan keturunan (trah) Sunan Muria.

Alhamdulillah, rupanya, masuk islamnya saya membawa berkah bagi keluarga saya dan keluarga besar Koeswoyo. Tahun 1986, saudara sepupu saya, Sari Yok Koeswoyo, mengikuti jejak saya ke jalan Allah. Bahkan di awal 1989, adik kandung saya, Hellen, telah berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat. Alhamdulillah, tidak ada masalah yang berarti dengan keluarga kami.

Dengan Islamnya Hellen, saya merasa mempunyai teman untuk berkompetisi mendalami ajaran Islam. Pada setiap Kamis sore, ba'da shalat ashar, kami berdua tekun mendalami Islam kepada seorang guru mengaji yang datang kerumah. Sekarang ini saya sedang tekun mempelajari Al-Qura'an. Meskipun saya akui masih rada-rada susah.

Dari hasil pengkajian saya terhadap Islam dan Al-Qur'an, saya berpendapat bahwa semua permasalah yang ada didunia ini, jawabannya ada di dalam Al-Qur'an. Sebagai orang yang baru merintis usaha, saya tentu pernah mengalami benturan-benturan bisnis. Jika kegagalan dikembalikan kepada takdir Allah, maka insya Allah akan ada hikmahnya. Menurut saya, manusia boleh saja merencanakan seribu satu planning, tetapi yang menentukan tetap yang di atas (Allah SWT).
Dakwah di Australia

Setalah tamat di SMU Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tahun 1987 saya melanjutkan kuliah di Stamford Colege, mengambil jurusan Managerial Principples. Selama satu tahun setengah, saya bermukim di Negeri Kanguru, Australia. Setelah itu, selama setahun saya bermukim di Singapura, masih di lembaga yang sama, Stamford College Singapore.

Selama di Australia, saya mempunyai pengalaman menarik. Misalnya, kalau saya ingin shalat berjamaah ke masjid maka saya harus ke daerah Lucinda di negara bagian Queensland. Jauhnya sama antara Jakarta-Puncak, sekitar 90 km.

Sewaktu saya shalat di apartemen, sahabat akrab saya orang Australia, memarihai saya. "Ngapain kamu menyembah-nyembah begitu," katanya bersungut sungut. Lalu saya jawab, "Sekarang saya jauh lebih tenang daripada tadi, dari pada 5-10 menit yang lalau. "Setelah itu, kami terlibat diskusi serius tentang perbedaan Islam dan Kristen.

Alhamdulilah, sejak saat itu kawan saya tampak serius mempelajari Islam. Meskipun sampai saat ini, saya tidak tahu lagi apakah ia sudah masuk Islam atau belum. Tapi buat saya sendiri, peristiwa itu memberikan kesan yang cukup dalam. Meskipun kecil, terapi terasa telah berbuat sesuatu yang berarti bagi diri saya dan agama saya, Islam.

Saya di lahirkan di Jakarta, 1 Mei 1968, putri sulung Nomo Koeswoyo, pencipta lagu terkenal sekaligus produser rekaman. Setelah selesai studi di Australia dan Singapura, saya melanjutkan di John Robert Power Jakarta, mengambil program Public Relation.

Semua hanya rahmat Allah. Sebagai probadi saya juga ingin sukses. Saya ingin juga mengabdi diri, supaya dapat menikmati kebahagian hidup. Soal materi bagi saya ternyata tidak ada apa-apanya. Toh, kita menghadap Allah hanya dengan kain kafan dan amal.
Chicha Koeswoyo Sedang 'Transit'

Jumat, 16 Agustus 2002 : Siapa yang tidak kenal Chicha Koeswoyo? Bagi mereka yang pada tahun 1980-an seusia murid TK atau SD, Chica adalah idola. Namanya, untuk masa kini, bisa disejajarkan dengan sederet penyanyi cilik yang sedang beken seperti Sherina, Tasya, dan Miesy.

Lagu-lagu Chica seperti Helly dan Senam Pagi menjadi 'nyanyian wajib' buat anak-anak saat itu. Nama bekennya itulah yang kemudian juga mengantarkannya sebagai pemain film. Minimal tiga judul film telah dibintanginya: Kartini, Chica, dan Break Dance. Sebuah terbitan untuk anak-anak bahkan memakai namanya. Di situ ia duduk sebagai pengasuh tanya jawab dengan sobat-sobat kecilnya.

Ya, itu dulu. Seiring dengan pertumbuhannya menjadi remaja dan kemudian seorang gadis cantik, ia justru menepi dari kehidupan glamor. Apalagi saat itu ia mulai merasakan nikmatnya menjalankan ajaran agama. Sejak itu secara pelan ia pun surut dari kehidupan selebritis.

Dan, ketika ia kemudian melanjutkan pendidikan di Australia dan lalu Singapura, nama putri sulung Nomo Koeswoyo, salah satu dedengkot Koes Bersaudara, ini pun seolah 'ditelan bumi'. Nama Chica tak lagi mewarnai lembaran dunia showbiz di tanah air.

Namun, menurut Mirza Riadiani Kesuma -- nama asli Chica Koeswoyo --, ia tak menyesali meninggalkan lingkungan dunia selebritis. Semua itu ia lakukan dengan kesadaran. Dan sejak pulang ke Indonesia, sosok Chica pun berubah total.

Kini ibu dua anak ini lebih sering tampak di forum-forum pengajian. Pengajian yang rutin didatangi adalah di tempat ibu mertua dan kakak ipar. ''Saya haus dan butuh informasi aktual tentang ajaran agama karena hidup memang harus berubah. Kalau tidak, kita akan jalan di tempat,'' kata mantan artis cilik ini.

Baginya, kehidupan dunia ini hanyalah terminal, dan ia mengaku sedang transit di terminal itu. ''Yang kekal itu nanti, di akhirat,'' tuturnya.

Namun, ia melanjutkan, untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik harus dilalui dengan kehidupan dunia yang baik pula. Kehidupan dunia yang tidak baik, katanya, akan menyesatkan manusia dari jalan lempang.

Menurut Chicha, hidup ini perlu keseimbangan. ''Memang kita berjuang untuk hidup, tapi ibadah juga jangan dilupakan. Apalagi hidup di kota besar hampir setiap orang berambisi akan materi. Karena itu, harus ada balance,'' tutur wanita yang ingin jadi entrepreneur ini.

Chicha merasa dunia ini sudah semakin tua dan seharusnya hal yang negatif dihindari. Ada kecemasan terhadap kehidupan di kota. Alangkah lebih baik, lanjut wanita yang mengaku sangat menikmati menjadi orang biasa ini, hidup diisi dengan hal yang positif daripada yang mubazir.

Agar hidup bisa sejahtera, ujarnya, tiap manusia harus berupaya hidup lurus, tidak saling menzalimi. ''Hal ini bisa diterapkan dalam keluarga dan tetangga dengan memahami cara berfikir mereka,'' kata anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Sebagai ibu rumah tangga, Chica menuturkan semua pedoman tentang hidup yang didapatkannya itu kini ingin juga ditularkan kepada keluarganya, khususnya kepada anak-anaknya. Ini, katanya, karena anak-anak akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. ''Orang tua adalah figur yang akurat bagi anak-anak,'' ujar mantan penyanyi cilik yang lincah melantunkan lagu 'heli, guk guk guk' itu.

Bila Chicha sedang shalat jamaah bersama suami, anak pertamanya yang masih berusia tiga tahun akan diam, dan terkadang mengikuti apa yang dilakukan kedua orang tuanya -- ikut berdoa, dzikir, dan menunggu saling cium tangan.

Mantan pelantun lagu anak-anak ini mengaku sering melakukan tafakur. Biasanya, sehabis shalat Isya dan setelah menidurkan kedua anaknya. ''Saya senang bertafakur di saat suasana hening,'' katanya.

Chica menyadari, apa yang dijalaninya kini belumlah sempurna sebagai seorang muslimat. Namun, katanya, ia selalu berupaya menuju ke sana. Sebagai misal, meski ia belum selalu memakai pakaian yang menutup seluruh aurat, tapi ia berupaya berpakaian sopan.

Sejak menikah, ujar wanita kelahiran Jakarta 1 Mei 1968, memakai baju ketat tidak cocok lagi. ''Rasanya tidak enak saja berpakaian seperti itu,'' tegas pengagum cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid ini.

Chicha mengatakan sangat mengsyukuri apa yang didapatkannya dalam hidup ini. Apalagi, katanya, Allah masih memberikan umur yang panjang sehingga ada kesempatan untuk berbuat amal kebaikan. Ia pun selalu berdoa agar anak-anak dan keluarganya dari hari ke hari diberi keselamatan. ''Bila ada apa-apa, saya akan pasrahkan semua kepada Allah,'' ujarnya.

Menurutnya, pada waktu-waktu tertentu ia selalu berintrospeksi mengenai kekurangan apa saja yang telah diperbuat hari ini. Bila ada kesalahan pada Allah ia akan minta ampun. Bila ada kesalahan kepada orang lain, ia juga akan minta maaf kaena manusia memang tidak luput dari kesalahan.

Menurut pemilik nama asli Mirza Riadiani Koeswoyo, karena manusia tidak mengetahui rencana Allah selanjutnya, maka dia berharap senantiasa diberi kesadaran penuh dalam menghadapi hidup ini. ''Jangan sampai tidak diberi kesabaran menghadapi cobaan hidup,'' ungkap Chicha yang mengaku sering ditawari manggung dan main sinetron.

Biasanya, lanjut putri pasangan Nomo Koeswoyo dan Francisca, bila doanya mendapat keridhoan Allah, esok harinya seperti ada jalan yang terbentang lebar. ''Saya akan tambah bersyukur,'' kata Chicha yang mengaku kehidupan sehari-harinya dijadikan inspirasi oleh Nomo Koeswoyo, ayahnya.

Kini, setelah melakukan umrah di tahun 1992, Chica berkeinginan untuk dapat melaksanakan kewajiban ibadah haji. Sayangnya, ketika niat dia dan suaminya sudah bulat, ada saja rintangannya. Kebetulan sekarang ini ia sedang mengandung anak ketiganya. ''Mudah-mudahan Allah memberikan jalan,'' doa pengelola Kedai Bunga ini.

kisah para mualaf (part 5)

Iga Mawarni : Memeluk Islam Karena Berdebat

Sejak kecil aku dididik di lingkungan Katolik. Di mata teman-teman aku termasuk Katolik fanatik. Kemanapun aku pergi, senantiasa memperkenalkan keyakinanku. Setelah bersosialisasi di bangku kuliah, aku lebih fair. Di kampus aku senang diskusi sama teman-teman seangkatan yang latar belakangnya berbeda - baik suku maupun agama. Dengan diskusi wawasanku kian terbuka. Dan dari pola pikir yang cukup demokratis itu kami senantiasa menghindari debat kusir. Segala yang dibicarakan berdasar referensi jelas. Bagiku itu menambah semangat membuka Alkitab. Sekaligus bikin catatan kaki buat persiapan diskusi sama temen-temen di setiap kesempatan. Ternyata semakin aku cermat mengkaji Alkitab, sering kujumpai poin-poin yang meragukan. Akhirnya aku bertanya sama teman seiman yang lebih ngerti isi Alkitab. Bahkan sama beberapa pendeta. Setiap aku bertanya, aku berusaha memposisikan diri sebagai orang awam yang ingin belajar agama, bukan sebagai orang yang seiman dengannya. Ternyata jawaban mereka justru bikin hatiku nggak puas.Seiring dengan keraguanku aku pelan-pelan menutup Alkitab. Aku ingin belajar yang lainnya.

Tapi aku nggak langsung mempelajari Islam. Karena aku merasa ada jurang begitu dalam di antaranya (Islam-Kristen). Melalui sejumlah buku aku melanglang. Aku pelajari agama Hindu, lalu Budha. Namun hati nuraniku tetap ragu ketika sampai pada konsep ketuhanan. Sekalipun ajarannya bagus sekali. Eh, mentok-mentoknya aku pelajari juga ajaran Islam.

Sejujurnya aku gengsi. Antara ogah dan ingin tahu terus bergelora dalam diriku. "Kenapa mesti Islam?" hatiku memprotes. Langkah pertama aku baca cerita para nabi melalui buku-buku tafsir. Alasanku, Islam dan Kristen itu historinya sama. Kecuali tentang kerasulan Isa AS dan Muhammad SAW. Di Kristen Nabi Isa utusan terakhir. Tapi dalam Islam ada lagi nabi yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagai manusia biasa, aku melihat bahwa al Qur'an itu lebih manusiawi. Artinya segala pertanyaan ada jawabannya. Ada hukum sebab akibat. Kenapa dilarang begini? Karena bisa berakibat begini. Itu yang bikin aku tertarik masuk Islam.

Menurutku, landasan awal seseorang meyakini suatu kepercayaan itu karena buku besarnya (kitab). Melalui itu kita dapat bersentuhan langsung dengannya. Bagiku itu sudah jadi pegangan kuat. Sedangkan di agama lain, aku lihat banyak ayat yang ditulis oleh orang-orang pada masa itu. Dan aku lihat beberapa surat dalam Alkitab yang menceritakan kejadian sama tetapi versinya berbeda. Buatku hal semacam itu merupakan kasus besar. Karena kitab suci itu ternyata sudah disentuh oleh tangan manusia. Sedangkan ajaran Islam lebih realitis. Karena Al-Qur'an diwahyukan sebagai suatu keharusan. Sedangkan sunah Rasul lain lagi. Yaitu bersifat nggak mengikat. Ini lebih manusiawi.

Proses hijrahku menjadi muslim nggak begitu mulus. Apalagi keluargaku Nasrani aktif yang fanatik. Aku mengucapkan dua kalimat syahadat pada tanggal 23 Maret 1994 di Malang, Jawa Timur. Padahal aku kuliah di Jakarta. Memang semasa pencarian, aku punya sohib di kota apel itu. Dia nggak bersedia mengajari tentang Islam, melainkan hanya menunjukkan seseorang yang menurutnya lebih tepat. Yaitu Kiai Zulkifli dan Pak Amir.

Ternyata salah seorang dari mereka juga muallaf. Banyak pengalaman religiusnya yang bikin aku terkesan. Disamping memantapkan niatku masuk Islam. Cobaannya, ibuku aktivis kegiatan gereja. Karenanya aku mengupayakan agar keislamanku nggak diketahuinya dalam kurun waktu dua tahunan. Ternyata beliau tahu lebih awal dari yang aku rencanakan. Sebagai anak pertama pasti ibuku menaruh harapan besar terhadapku. Begitu tahu anaknya berbeda keyakinan, tentu batinnya terpukul. Itu cobaanku yang paling besar. Dimana aku merasa takut kalau ibu marah.

Tapi begitu semuanya sudah terbuka, aku pasrah sama Allah. Aku tetap menempatkan diri sebagai anak, yang harus senantiasa menghormatinya. Aku bersyukur karena akhirnya sikap mereka sudah lebih baik. Tapi selama "perang dingin" berlangsung aku nggak pernah mau menyinggung soal agama. Kalau hari besar agama baik natal atau lebaran aku sengaja nggak kumpul sama keluarga. Aku tahu, mereka kecewa terhadapku. Kalau aku hadir dalam hari besar mereka, tentu ada perasaan nggak enak. Namun komunikasi tetap jalan. Aku senantiasa mengunjungi orang tua. Alhamdulillah, pada lebaran beberapa tahun lalu, ibu menemuiku. Aku anggap ini blessing. Lebih dari itu, semua ini sudah diatur oleh Allah Swt. Aku yakin itu.

kisah para mualaf (part 4)

R. Erna R.S. : Salam dan Kesucian Islam Membukakan Hati Saya

SAYA dilahirkan dari keluarga Kristen Protestan yang taat. Kedua orang tua saya adalah orang yang sangat tekun menjalankan ibadah, baik ke gereja maupun ibadah yang diadakan di lingkungan masyarakat. Berkat ketelatenannya itu, ayah saya dipercaya sebagai penatua. la memimpin gereja di suatu distrik atau wilayah di tempat tinggal kami. Tak heran, jika kami--anak-anaknya--mengikuti jejak beliau, aktif di lingkungan yang sarat dengan aktivitas kerohanian itu.

Sebagai anak tertua, saya lebih menonjol dalam bidang kerohanian. Sejak kecil, saya biasa mengikuti Sekolah Mingguan. Saya selalu menjadi panutan bagi yang lain. Saya selalu terpilih sebagai duta atau wakil teman teman dari gereja untuk mengikuti pertandingan atau perlombaan perlombaan yang diadakan gereja secara rutin setiap tahun.

Hingga dewasa dan sampai saya pindah ke kota Jakarta, kemampuan saya dalam berorganisasi di bidang kerohanian di lingkungan gereja maupun kantor-sangat diperhitung kan. Di sini, saya pun selalu dipercaya memegang kepengurusan.

Walaupun banyak kegiatan yang saya ikuti di gereja, bahkan sampai menyita waktu, baik malam maupun siang hari, sejauh itu saya hanya senang dan gembira pada saat kegiatan itu berlangsung. Tetapi jika kegiatan itu berakhir, maka yang tinggal hanyalah penat, bosan, dan capek. Demikianlah kehidupan rutinitas saya yang selalu monoton tanpa ada perasaan lega atau bahagia, sehingga ada rasa rindu menanti kegiatan kegiatan gereja lainnya.

Karena hal-hal ini tidak membuat saya merasa berarti, suatu ketika saya coba-coba non aktif dari kegiatan, namun tidak ada bedanya. Maksudnya, meskipun saya tidak aktif, tetapi kerinduan ingin kembali bergabung dengan teman-teman atau kegiatan gereja, sama sekali tidak ada. Karena hal inilah, saya mulai berpikir dan koreksi diri mengenai masa depan saya. Apakah saya bisa hidup tanpa arah yang pasti? Sehingga pada suatu waktu saya tertegun dan merenungi hidup, mengapa kehidupan saya hanya sebatas senangsenang sementara, tanpa ada kedamaian atau kebahagiaan dalam sanubari.
Kabur dari Rumah Paman

Sampai suatu hari terjadi peristiwa yang tidak mungkin saya lupakan sepanjang hidup saya. Saya pergi meninggalkan rumah (pada waktu itu saya tinggal bersama paman). Saya melakukannya karena ada hal yang tidak bisa saya terima atas perlakuan keluarga paman kepada saya. Selanjutnya, saya mengontrak rumah sendiri.

Pada saat seperti itu, tak satu pun teman-teman seiman menolong saya. Mereka malah mencemooh saya dengan praduga yang tidak berujung pangkal. Tapi, saya merasa bahagia di saat saya jauh dari keluarga, saya menemukan suatu contoh yang arif di lingkungan tempat tinggal saya yang baru dengan warganya yang mayoritas beragama Islam.

Di sini, kaum muslimin setiap bertemu atau berkunjung tidak lupa mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum." Sepengetahuan saya, pengucapan salam yang menjadi wajib bagi seorang muslim itu, tidak dikenal di lingkungan Kristen. Bagi umat Kristen tidak ada salam khas yang wajib diucapkan jika saling bertemu.

Selain itu, masalah kebersihan dan kesucian bagi umat Islam sangatlah dijunjung tinggi. Maksudnya, meskipun kita sedang kotor (bagi wanita haid) itu tidak menjadi masalah untuk masuk ke dalam gereja menjalankan ibadah dan memegang Alkitab. Saya pun tidak pernah mendengar yang namanya bersuci atau hadas.

Maka dan sanalah saya mulai tertarik mempelajari agama Islam, walaupun secara sembunyi-sembunyi karena takut diketahui oleh orang lain, terutama oleh adik saya yang kebetulan tinggal bersama saya. Ternyata, sepandai-pandainya saya menyimpan niat, toh akhirnya tercium juga oleh adik saya. Terjadilah percekcokan. Meskipun demikian, saya tidak menyerah.

Saya mulai belajar menjalankan ibadah shalat, meskipun saya belum masuk agama yang saya pelajari ini. Sampai akhi nya teman saya mengusulkan agar saya berdialog tentang agama Islam dan Kristen, untuk lebih membuka wawasan saya mengenai agama Islam. Setelah melakukan dialog itu, rasanya tempat saya yang hakiki, memang di agama Islam.
Masuk Islam

Ternyata, teman saya mengetahui kegundahan saya itu. la pun menyarankan, jika memang sudah mantap, masuklah ke agama Islam. Jangan setengah-setengah. Berkat bantuannya, saya diantar ke Pondok Masjid Pondok Duta, Cimanggis. Pada tanggal 10 September 1994 setelah shalat magrib, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat, disaksikan anggota remaja Masjid Pondok Duta, karena bertepatan dengan pengajian remaja.

Alhamdulillah, sejak saat itu saya merasa seperti baru dilahirkan dan hidup ini terasa berarti, ditambah wejangan pak ustadz dan teman-teman remaja masjid. Dan yang paling saya kagumi, ada seorang ibu yang menghadiahkan saya benda berharga yang belum pernah saya miliki. Dan sampai sekarang ibu itu adalah figur yang saya kagumi. Saya ingin seperti beliau yang selalu bertindak sabar dan arif.

Sejak itu kehidupan saya berubah dan yang drastis adalah sikap keluarga dan teman-teman di lingkungan kerja saya. Mereka mengucapkan tuduhan-tuduhan yang sangat menyakitkan dan bahkan sampai teror pun datang. Tapi meskipun demikian, berkat pertolongan Allah SWT dan doa teman-teman seiman, teror dan tuduhan pun berangsur-angsur hilang seiring bergulirnya waktu.

Alhamdulillah, setelah saya menjadi muslimah, ridha Allah tak henti-hentinya datang. Saya diberi jodoh, dan kini telah dika runia dua orang anak, putra dan putri. Semoga anak-anak kami ini menjadi anak yang saleh dan salehah yang setia pada agamanya.

kisah para mualaf (part 3)

Mualaf Latin di Amerika


Perasaan aneh dulu selalu dirasakan Jackie Avelar setiap kali terbangun saat subuh. Jam beker bersuarakan adzan lima kali sehari semalam, yang selalu membangunkannya dari tidur, tergeletak di satu pojokan ranjang.

Di pojok lain, sebentuk patung kecil Bunda Maria berlingkarkan rosario, lembut menatapnya. Sebagai seorang muslimah, sudah lama Jackie ingin menyingkirkan patung tersebut. Tapi dengan darah latin yang mengalir di tubuhnya, itu tak mungkin ia lakukan. Ayahnya, seorang penganut Katolik yang taat asal El Salvador, menginginkan patung itu tetap berada di sana. ''Saya merasa harus menghormati beliau,'' kata Jackie. Akhirnya, Jackie menemukan sendiri jalan tengah yang dirasanya nyaman: patung itu ditutupnya dengan foto keluarga besarnya.

Hingga kini, wanita 31 tahun itu mengaku masih harus berjuang dengan banyak hal. Berjuang menemukan keseimbangan dalam keluarga, berupaya nyaman berhadapan dengan dunia luar. Bahkan terus melawan dirinya sendiri.

Wajar saja, sebelumnya, Jackie tumbuh sebagai 'gadis pantai yang ceria'. Mengenakan tank-top layaknya gadis-gadis muda, saling menyentuh dengan lawan jenis dalam irama salsa yang panas. Kini, Jackie Avelar adalah tipikal seorang muslimah 'konservatif' yang memilih berbusana muslim dan menghindari pergaulan terbuka dengan laki-laki.

Jackie adalah muslim pertama di keluarga besar yang tak pernah mengenal agama selain Katolik itu. Perjalanan keluar dari negeri asal, yang membuat Jackie, juga ribuan imigran Amerika Latin lainnya, menemukan agama yang mereka rasakan cocok. Beberapa ratus diantaranya bertempat tinggal di wilayah Washington. Lainnya tersebar di seluruh Amerika.

Jumlah persisnya? Tak bisa dipastikan, tetapi diperkirakan antara 40 ribu hingga 70 ribu jiwa. Diduga, proses peralihan agama itu dipermudah dengan maraknya beredar Al Qur'an berbahasa Spanyol, majalah-majalah ke-Islaman, serta website. Tetapi, dengan memeluk agama baru itu, para imigran Latin tersebut langsung harus menghadapi perjuangan baru -- diskriminasi terhadap muslim, apalagi setelah peristiwa 11 September. ''Kadang timbul perasaan seolah mengkhianati jati diri, seolah meninggalkan keluarga besar,'' kata Jackie, perempuan bertubuh kecil, bersuara lembut, dengan muka bulat itu.

Para mualaf itu datang dari seantero Amerika Latin. Mereka umumnya beralasan, dalam Islam mereka menemukan kesalehan dan kesederhanaan yang tidak ditemukan dalam Katolikisme. Selain itu, sebagaimana keterikatan yang kuat dalam budaya Latin, Islam menekankan pentingnya keluarga. ''Hal itulah yang membuat para mualaf itu gampang beradaptasi,'' kata Jackie.

Sebagian lainnya termotivasi akibat perasaan terasing sebagai imigran di negeri orang. Apalagi umumnya para wanita Latin itu merasa betapa budaya barat -- termasuk budaya yang membesarkan mereka, begitu masokis. Lain lagi dengan Priscilla Martinez. Peralihan agama yang dialami generasi ketiga imigran asal Meksiko itu diawali dengan pertanyaan.

Dibesarkan di Texas, bukan sekali dua Martinez bertanya kepada para pastur tentang kepercayaan Trinitas -- Allah Bapa, Anak, dan Ruh Kudus -- dalam Katolikisme. Menurut pengakuannya, jawaban apapun yang diberikan para pendeta itu tidak pernah memuaskannya.

Pertanyaan itu kemudian berkembang, hingga akhirnya, ''Saya merasa tak punya hubungan apapun dengan Tuhan,'' kata Martinez, yang kini tinggal di Ashburn, bersama suami dan anak-anak mereka. Perkenalan Martinez dengan Islam sendiri berawal saat ia kuliah di University of Texas. Bermula dari kursus tentang sejarah Timur Tengah, dilanjutkan dengan aneka kegiatan kemahasiswaan yang melibatkan para mahasiswa muslim di universitas tersebut, pada akhir tahun pertamanya itu Martinez langsung mengucap syahadat. Dan itulah awal perjuangannya. Saat memberitahu keluarga yang merasa aneh dengan tingkah laku dan pakaian yang dikenakannya, kontan Martinez diancam dengan dua pilihan. Atau tinggalkan Islam dan kembali memeluk agama keluarga, atau pergi dari rumah. Martinez memilih meninggalkan rumah.

''Persoalannya lebih kepada budaya,'' kata Martinez, mengenang. ''Mereka merasa asing dengan saya, apalagi ketika tahu bahwa saya tak pernah lagi datang ke gereja.'' Ia sendiri kini merasa tenteram dalam keluarganya. Hanya satu hal dari dunianya yang lama yang masih membuatnya kehilangan -- berenang. Tetapi tidak sepenuhnya, karena saat ini pun Martinez mengaku masih bisa berenang dalam kolam renang di rumahnya sendiri. Atau kalaupun di luar rumah, sebelumnya ia memastikan bahwa temannya berenang semuanya wanita di sebuah kolam renang yang tertutup.

Keinginan untuk lebih dekat dengan pencipta, membuat Margareth Ellis berganti keyakinan. Menurut Ellis, di Panama, negara asalnya, Katolikisme yang berkembang, jauh dari religius. ''Padahal saya ingin memiliki hubungan yang dalam dengan Tuhan,'' kata Ellis. Tidak hanya itu, di AS, Ellis merasa terkucil. Sebagai wanita latin berkulit hitam, ia merasa warga Afro-Amerika pun tidak sepenuhnya bisa menerimanya. ''Saat saya berinteraksi dengan komunitas muslim, saya justru merasa nyaman. Mereka umumnya tak mempersoalkan darimana asal Anda, apa warna kulit Anda,'' kata Ellis yang kini mengubah nama menjadi Farhahnaz Ellis.

Sempat juga setelah Elllis berganti agama, bibinya sempat bertanya, ''Bagaimana mungkin kamu dapat meninggalkan kepercayaan ibu-bapakmu?'' Ellis tidak merasa perlu menjawab. Dengan beralih agama, kini identitasnya sebagai orang Latin --sebagaimana mualaf latin lainnya --tak nampak sudah. Pernah suatu saat Ellis yang berpakaian hijab, melintasi dua orang wanita latin di pusat kota. Kontan kedua wanita itu berkata keras dalam bahasa Spanyol, mengatai dirinya. ''Lihat,'' kata mereka, ''Wanita itu sinting, betapa panasnya.'' Tentu saja, Ellis yang berperawakan tinggi langsing, langsung menemui mereka dan membalas dengan bahasa Spanyol. ''Mereka langsung pergi,'' kata Ellis.

Ada berkah lain yang dialami Jackie begitu dirinya masuk Islam. Sebelumnya, Jackie selalu saja digoda pria-pria pekerja kasar, manakala lewat melintasi mereka. ''Oy, mamacita!'' teriak mereka, sambil bersiul. Setelah masuk Islam dan mengenakan hijab, hal itu tak pernah lagi ia temui. ''Mereka kini diam, Alhamdulillah,'' kata Jackie. Menurut para mualaf itu, tantangan terbesar sebenarnya keluarga. ''Saya baru berani memberi tahu ayah setelah dua bulan berganti kepercayaan,'' kata Jackie. Memang, saat itu ayahnya masih mencoba memengaruhinya untuk kembali. Namun ia segera sadar, putrinya telah memiliki tekad yang kuat untuk berubah.

kisah para mualaf (part 2)

Subhanallah, Sejumlah Serdadu AS di Irak Menyatakan Diri Masuk Islam


Ternyata gambaran Islam yang dipublikasikan oleh media-media Barat, jauh berbeda sama sekali dari realitas Islam sebenarnya. Setidaknya hal itu diperlihat kan oleh sejumlah prajurit laki-laki dan wanita AS yang bertugas di Irak, ketika mereka menyatakan diri masuk Islam. Lalu mereka menikah dengan orang-orang Islam Irak. Walaupun pernikahan itu ditentang oleh sejumlah warga setempat.

“Para tentara AS itu telah menyadari bahwa ajaran Islam sama sekali berbeda dengan informasi-informasi yang diprogandakan oleh media-media Barat,” lanjut Sheikh Mahmoud.

“Setelah bergaul setiap hari dengan warga Irak serta pengalaman berinteraksi dengan kalangan Muslim dari dekat di negeri yang terkoyak perang ini, banyak serdadu AS yang menyatakan keinginannya masuk Islam,” ujar Sheikh Mahmoud el-Samydaei, anggota Majelis Ulama Islam Irak, pada IslamOnline Rabu (13/8/2003).

Ulama Islam itu mengingatkan kembali para perwira AS yang telah masuk Islam agar memelihara agama itu sampai akhir hayat. Sebab orang yang mati tanpa membawa Islam, ujar Sheikh Mahmoud, matinya akan sia-sia. Para muallaf AS itu mendengarkan wejangan tersebut dengan terisak-isak, mengingat banyak masyarakatnya mati tanpa mengetahui sedikitpun tentang Islam.

Seorang perwira AS yang mendatangi Pengadilan Urusan Sipil di distrik el-Karkh, Baghdad pekan ini menyatakan; “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusanNya.”

Perwira AS itu kemudian menikah dengan wanita Irak, dr. Samar Ahmed yang pernah dijumpainya ketika dia bertugas menjaga Medicine City Hospital. Dia memilih Islam, kata perwira AS itu, lantaran keyakinannya yang penuh terhadap kebenaran Islam. “Saya masuk Islam bukan hanya lantaran untuk menikahi wanita Irak,” tukasnya.
Berdasarkan ajaran Islam, seorang pria non-Muslim dilarang menikahi seorang wanita Islam.

Hakim Agama Abd el-Azeim Mohammad Gawad el-Rasafi merestui pernikahan itu. Abd el-Azeim menegaskan bahwa pernikahan itu merupakan peristiwa pertama, seorang wanita Irak menikah dengan serdadu AS yang masuk Islam. Kepada IslamOnline Abd el-Azeim mengatakan, tak satupun agama di dunia, menghalangi pernikahan tersebut. Walaupun begitu sejumlah warga Irak menentang pernikahan antar etnis itu

kisah para mualaf (part 1)

Dr. Antonius S Kumanireng : Apakah Yesus datang utk menebus dosa-dosa manusia ?

Nama saya Antonius Sina Kumanireng, kerap disapa Anton Sina. Saya anak kedua dari lima bersaudara yang lahir di tengah-tengah keluarga penganut Kristen Katolik yang masih sangat ketat mengamalkan ajaran agama. Ayah saya, Kumanireng, salah seorang pastor sekaligus anggota DPRD Tk. II Kab. Ende, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat kelahiran saya mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk seluruh keluarga saya.

Sejak kecil, saya telah dipersiapkan menjadi calon pendeta yang diharapkan menjadi penyebar agama di kampung halaman. Karena itu, saya pun sejak kecil bekerja sebagai tukang pukul lonceng gereja. Meskipun ayah saya terbilang penganut Kristen yang ketat, namun sejak kecil saya sering memberontak terhadap keluarga dan para pastor.

Saya kerap melemparkan pertanyaan kepada para pendeta, meskipun mereka sering memberikan jawaban yang tidak memuaskan. Dan kekecewaan itu, saya terus mencari kebenaran lewat gereja. Suatu ketika saya ikut kebaktian di gereja. Tba-tiba hati saya yang gundah menjadi tenang. Tapi, ketika keluar dari gereja hati saya kembali bimbang dan kacau. Bahkan, menyebabkan saya bertengkar dengan saudara saya di rumah. Maklum, keluarga saya termasuk keluarga yang kacau.

Saya sendiri tak paham betul, apa sesungguhnya yang menyebabkan keluarga saya berantakan. Padahal, tiap hari keluar-masuk gereja. Saya sendiri bahkan terlibat minum-minuman keras. Hati saya terus bertambah kacau. Akhirnya, saya mencari kebenaran di luar rumah.

Suatu ketika, saya ditawari pastor untuk belajar ke Roma, Italia, atas beasiswa dari Belanda. Saya menolak tawaran itu dengan alasan ingin belajar di negeri sendiri. Saya terus mencari kebenaran karena keluarga saya telah berantakan. Saya membuka Alkitab Injil, lalu saya temukan Matius 26:20-25 yang berbunyi, "Yesus datang untuk menebus dosa-dosa manusia."

Saya terus membaca dan mengkaji, kesimpulan saya bahwa Yesus sendiri tak mau mati menebus dosa manusia. Sementara itu, saya terus mengkaji ayat-ayat Injil yang selalu menimbulkan pertentangan antara ayat satu dan lainnya. Berkat ketekunan mempelajari sejarah dan pergaulan saya dengan teman teman muslim serta setiap akan memakan babi saya muntah, maka saya bertambah yakin untuk tidak makan daging babi.
Masuk Islam

Semua itu rupanya petunjuk langsung dan Allah agar saya segera kembali ke agama yang sejati. Saya masuk Islam, dan kemudian saya ganti nama menjadi Abdul Salam. Semua keluarga termasuk ayah tak setuju, bahkan menjauhi saya.

Saya terus belajar tentang Islam. Saya pun mempelajari tasawuf. Akhirya, cita-cita saya terwujud mempelajari tasawuf setelah saya masuk Perguruan Isbatulyah yang mengajarkan kepada saya soal syariat dan makrifat Islam. Orang yang paling berjasa terhadap diri saya dalam mempelajari Islam adalah almarhum Usman Effendi Nitiprajitna. Saya terus mempelajari ilmu kebatinan dari guru saya itu.

Alhamdulillah, saya telah menjadi seorang muslim, kendati saya disingkirkan dari seluruh keluarga. Alhasil, saya menanti seluruh keluarga saya agar mau terbuka dan bertanya kepada saya mengapa saya memilih masuk agama Islam. Namun, sampai kind, tak ada yang mau menemui saya.

Saya siap menjelaskan semuanya. Saya bangga masuk Islam karena Islam mengajarkan umatnya untuk tolong menolong. Meskipun istri saya masih tetap beragama Kristen, namun saya tetap melaksanakan shalat. Antara tahun 1970-1973, saya mendapat beasiswa untuk belajar ke Universitas Yokohama Jepang. Alhamdulillah, ke yakinan saya justru semakin kokoh setelah saya bergaul dengan orang-orang Jepang. Padahal, dulunya, saya termasuk peminum berat alkohol. Tapi, sesudah menjadi muslim, saya pun meninggalkan kebiasaan buruk itu.

Setelah berhasil menyelesaikan studi di Jepang dengan gelar doktor kimia, saya mendapat tawaran kerja dari ITB dan beberapa perusahaan besar di Tanah Air. Namun, saya lebih senang memilih Universitas Hasanuddin Makassar, karena PTN itulah yang pertama kali menawarkan aku mengajar.
Bersyukur

Oh ya, saya mempunyai tiga orang anak. Namanya Yuliana, Elizabeth, dan Isa. Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih agama yang mereka anggap paling benar. Anak saya yang bungsu berkata kepada saya, ia tak akan masuk Islam apa pun yang terjadi. Setelah melewati waktu cukup panjang dalam memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, akhirnya Yuliana dan Elizabeth mau mengikuti jejak saya, masuk Islam.

Saya bangga dan bersyukur kepada Allah Walaupun saya tak pernah memaksa anak-anak masuk Islam, tapi karena kesadaran sendiri, mereka akhirnya masuk Islam. Si bungsu yang keras dan benci terhadap agama Islam pun tiba-tiba berubah sikap dan mau masuk Islam. Alangkah bahagianya had saya. Semua anak-anak saya telah memilih jalan yang benar.

Semangat beragama dan kecintaan saya kepada Islam bertambah dalam. Apalagi berkat bantuan Prof-Dr. H. Nasir Nessa yang memberikan kesempatan kepada saya menunaikan ibadah haji. Berbagai kemudahan saya dapatkan di Tanah Suci. Antara lain, saya dapat dengan mudah mencium Hajar Aswad. Tak lupa, saya pun mendoakan seluruh keluarga saya agar dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran Islam.
Kecewa

Setelah bertahun tahun melakukan pendalaman terhadap Islam, akhirnya-saya menemukan kebenaran yang hakiki (sejati) itu di dalam Islam. Namun, saya sempat kecewa setelah masuk Islam. Saya melihat umat Islam menganut agamanya semata-mata karena faktor keturunan, sehingga wujud pengamalannya masih minus. Islam semata-mata hanya simbol, tanpa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya benar-benar kecewa dan tak menyangka kalau umat Islam ternyata masih banyak yang tidak memahami ajaran agamanya secara benar.

Kekecewaan itu muncul, barangkali lantaran saya yang mualaf ini terlalu berharap banyak dari umat Islam. Ternyata, semua harapan itu sirna. Banyak umat Islam tak menghargai agamanya. Padahal, saya sebelum masuk Islam bertahun-tahun mengembara, berguru dari satu tempat ke tempat lain, demi membuktikan kebenaran yang ada di dalam Islam. Mengapa umat Islam sendiri tak bangga terhadap agamanya? Bukankah Islam agama suci? tapi akhirnya saya sadar bahwa itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, yang jelek hanya sebagian kecil, masih banyak pribadi-pribadi ummat Islam yang patut dicontoh dan jadi panutan karena pada dasarnya Islam adalah agama yang Suci dan hakiki.

Akhirnya saya benar-benar bersyukur betapa nikmatnya hidup dalam panji Islam yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT. Saya pun bersyukur karena setiap menjelang Lebaran, saya bersama tiga orang anak saya bersama-sama melakukan shalat Idul Fitri di Lapangan Karebosi, Makassar. Padahal, sebelum mereka masuk Islam, saya terkadang merasa sunyi, karena merayakan Hari Raya suci ini seorang diri.

Kini, saya mengabdi di Universitas Hasanuddin Makassar sebagai dosen yang tiap hari bergaul di tengah mahasiswa dan sesekali berdialog tentang Islam. Saya bangga dapat mengabdi di sebuah almamater yang sangat menghargai pendapat orang lain.

Sabtu, 05 November 2011

the story of love part 3


Cinta Manis Sejak awal, keluarga dari si wanita menolak dengan keras terhadap hubungannya dengan sang pria. Dikatakan bahwa pernikahan harus sesuai dengan latar belakang keluarga & si wanita akan menderita seumur hidup bila bersamanya.
  Karena tekanan keluarga itulah, pasangan ini sering bertengkar. Meskipun si wanita mencintai si pria, ia terus bertanya pada si pria: "Seberapa dalam cintamu padaku?" Karena si pria tidak pandai dengan kata-kata, sehingga sering menyebakan wanita merasa sedih. Dengan itu & tekanan keluarga, si wanita sering menumpahkan amarah terhadapnya. Sedangkan si pria, hanya menerimanya dengan diam.
Setelah beberapa tahun...
sang pria akhirnya lulus dan memutuskan untuk melanjutkan studi nya di luar negeri. Sebelum pergi, ia melamar si wanita: "Aku tidak terlalu baik dalam kata-kata. Tetapi yang aku tahu bahwa aku mencitaimu. Jika kamu mengijinkannya, aku akan menjagamu seumur hidupku. Sedangkan untuk keluargamu, aku akan mencoba yang terbaik untuk bicara pada mereka. Maukah kau menikah denganku?"
Si wanita setuju & dengan keteguhan hati sang pria, keluarga wanita akhirnya menyerah dan setuju terhadap pernikahan mereka. Sebelum pergi, mereka akhirnya bertunangan.
Sang wanita pergi bekerja, sedangkan sang pria berada di luar negeri, melanjutkan studi nya. Mereka berkomunikasi lewat email & telepon. Meskipun berat, tetapi mereka tidak pernah berpikir untuk menyerah.
Suatu hari... 
saat sang wanita dalam perjalanan ke tempat kerja, ia ditabrak oleh sebuah mobil yang kehilangan kendali. Saat ia bangun, ia melihat orang tuanya berada di dekat tempat tidurnya. Ia menyadari bahwa ia cedera serius. Melihat ibunya menangis, ia mau menghiburnya. Tetapi ia menyadari bahwa yang keluar dari mulutnya hanyalah rintihan. Ia kehilangan suaranya...
Dokter berkata bahwa benturan di kepalanya menyebabkan ia kehilangan suaranya. Mendengarkan hiburan dari orangtuanya, tetapi tidak ada yang bisa keluar dari mulutnya, ia merasa hancur.
Saat tinggal di rumah sakit, hanya tangisan sunyi yang menemani dia. Saat sampai di rumah, segalanya tampak sama. Kecuali suara dering telepon. Yang menusuk hatinya setiap berbunyi. Ia tidak ingin sang pria tahu dan tidak ingin memberi beban padanya, ia menulis surat pada si pria bahwa ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi.
Dengan itu, ia mengirim kembali cincin kepada si pria. Sebagai gantinya, si pria mengirimkan balasan, dan menelepon berkali-kali.. namun yang bisa dilakukan si wanita hanyalah menangis..
Orangtuanya memutuskan untuk pindah, berharap si wanita melupakan segalanya dan menjadi gembira.
Akhir cerita... 
Di lingkungan yang baru, sang wanita belajar bahasa isyarat dan memulai hidup yang baru. Ia mengatakan pada dirinya sendiri, bahwa ia harus melupakan si pria. Suatu hari, temannya datang & mengatakan bahwa si pria kembali. Ia meminta temannya untuk tidak memberi tahu si pria apa yang terjadi. Sejak itu, tidak ada lagi berita dari si pria.
Satu tahun telah berlalu dan temannya datang dengan sebuah surat, berisi sebuah undangan dari pernikahan si pria. Si wanita merasa kecewa. Ketika ia membuka surat itu, ia melihat namanya di sana.
Saat ia akan bertanya pada temannya apa sebenarnya yang sedang terjadi, ia melihat si pria berdiri di depannya. Si pria menggunakan bahasa isyarat yang mengatakan "Aku sudah menghabiskan waktu selama setahun untuk belajar bahasa isyarat. Katakan saja padaku bahwa kamu tidak melupakan janjimu. Berikan aku kesempatan untuk menjadi suaramu. Aku mencintaimu." Dengan itu, sang pria menyisipkan cincin itu dijarinya. Ia pun tersenyum.

the story of love part 2



Cinta dan Waktu Di suatu waktu, ada sebuah pulau yang dihuni oleh semua jenis perasaan: Kebahagiaan, Kesedihan, Pengetahuan dan yang lain, termasuk Cinta.
Satu hari diumumkan kalau pulau itu akan tenggelam, sehinggal mereka semua membangun perahu dan pergi. Kecuali Cinta. Cinta satu-satunya yang tinggal. Cinta ingin bertahan sampai di saat terakhir.
  Saat pulau sudah hampir tenggelam, Cinta memutuskan untuk meminta bantuan. Kekayaan melewati Cinta dalam sebuah perahu mewah. Cinta berkata, "Kekayaan, bisakah kamu membawaku bersamamu?"
kekayaan menjawab, "Tidak, aku tidak bisa. Banyak sekali emas dan perak di perahuku. Tidak ada tempat bagimu disini."
Cinta lalu meminta Kesombongan yang juga lewat dengan kapal yang indah. "Kesombongan, tolonglah aku!"
"Aku tidak bisa menolongmu, Cinta. Kamu basah dan bisa merusak kapalku," Kesombongan menjawab.
Kesedihan berada di dekat Cinta dan meminta, "Kesedihan, biarkan aku pergi bersamamu."
"Oh . . . Cinta, Aku terlalu sedih aku butuh waktu untuk sendiri!"
Kegembiraan melewati Cinta, tetapi ia terlalu gembira sehingga ia tidak mendengar Cinta memanggil dirinya.
Tiba-tiba, ada suara, "Mari, Cinta, Aku akan membawamu bersamaku." Ia adalah seorang yang sudah tua. Merasa sangat senang, Cinta sampai lupa bertanya kemana mereka pergi. Saat mereka sampai di tanah kering, orang tua itu pergi dengan jalannya sendiri. Menyadari hutang budinya kepada orang tua itu, Cinta bertanya pada Pengetahuan, orang tua yang lain, "Siapa yang menolongku?"
"Ia adalah waktu," Pengetahuan menjawab.
"Waktu?" tanya Cinta. "Mengapa Waktu menolongku?"
Pengetahuan tersenyum dengan penuh bijaksana dan menjawab, "Karena hanya Waktu-lah yang mampu mengerti seberapa berharganya Cinta itu."

kisah cinta part 1

Saat yang tidak terpikirkan terjadi, bagaimana kamu menghadapinya? Ini adalah kisah nyata dari Selena, 16 tahun, yang membuka cerita cinta dan kehilangannya.
Pada tanggal 3 Maret, aku datang ke gedung olahraga sekolah untuk memberi semangat kekasihku, Wes - Saat itu adalah pertandingan basket terakhir di musim dimana ia tidak terkalahkan. "Aku mencintaimu," Katanya sambil memelukku. "Aku mencintaimu juga," Aku berkata sambil memberikan ia ciuman. Saat itu adalah saat terakhir kami mengatakan kata-kata itu.
Saat aku pertama kali bertemu dengan Wes di sebuah pesta di akhir kelas 8, kami dengan cepat  terikat pada olahraga - ia bermain football dan basket; Aku bermain softball - dan kami selalu bertemu di musim panas. Pada suatu hari di musim gugur, setelah pulang sekolah, Wes dan aku sedang berjalan di sebuah lorong ketika ia berucap, "Aku sedang membayangkan jika kamu mau menjadi kekasihku." Ia sangat malu, bahkan ia tidak melihat padaku! Dan aku sangat bahagia sampai menghabiskan satu menit untuk berkata ya.
Wes dan aku lebih dari sekedar sepasang kekasih - kami adalah teman baik. Kami sempat membicarakan masa depan, tapi kami tahu kami akan pergi ke universitas yang berbeda, jadi kami hanya ingin menikmati setiap menit bersama.
Di malam pertandingan besar itu, Wes sangat luar biasa, mencetak poin demi poin sampai kedudukan sama di perpanjangan waktu. Saat tinggal beberapa detik lagi pertandingan berakhir, Wes menembak - dan masuk! Sekolah kami menang. Seluruh murid masuk ke lapangan untuk merayakan. Aku hanya beberapa langkah ketika mata kami bertemu dan ia tersenyum padaku. Aku sangat bangga!
Kemudian tiba-tiba Wes rubuh ke belakang. Aku terdiam. Ada sesuatu yang salah. "Ia dehidrasi," kata seseorang, saat para pelatih menerobos kerumunan untuk memberinya kompres. Aku melihat ayahnya berdiri di sampingnya berteriak, "Bernapaslah, Wes, bernapaslah!" Mengapa ia tidak bernapas?!?! Pikirku. Aku berlutut dan mulai meneriakkan namanya. Aku seperti mati rasa dengan kepanikan saat mereka membawa Wes di sebuah tandu ke dalam ambulans. Aku mengikuti dari belakang ke rumah sakit.
Cerita Cinta: Aku Melihat Kekasihku Meninggal Ruang tunggu rumah sakit penuh dan tenang kecuali suara isak tangis. Setelah satu jam 15 menit, seorang pendeta masuk dan berkata bahwa dokter telah melakukan yang mereka bisa - Wes sudah meninggal. Aku mulai menangis dengan keras, seluruh tubuhku sakit. Aku merasa seperti ingin muntah. Aku ingin pergi dari semua orang, keluar dari ruangan itu, tetapi aku tahu aku harus mengucapkan selamat tinggal.
Saat aku melihat Wes, ia sangat pucat sampai aku bisa melihat pembuluh darahnya. Matanya sedikit terbuka, dan aku terus menatapnya, kalau-kalau setiap saat matanya akan terbuka dan semuanya akan baik-baik saja. Aku memegang tangannya dan berkata, "Aku mencintaimu." Tetapi aku ingin berkata lebih banyak lagi. Aku bahkan dapat menulis sebuah novel tentang segala arti dirinya bagiku: pujian-pujian kecil yang ia berikan padaku tiap hari, caranya mengamati ketika aku mengubah rambutku, caranya melihatku di kerumunan seperti kami memiliki sebuah rahasia. Bagaimana aku harus melalui semua ini, aku bertanya-tanya, saat Wes adalah orang yang menolongku melalui segalanya?
Buatlah kenangan-kenangan yang baik daripada yang buruk - karena tidak peduli apapun yang terjadi, kenangan baik adalah kenangan yang selalu ingin kamu ingat kembali.
Kemudian dokter berkata pada kami bahwa Wes terkena penyakit cardiac arrest (jantung mendadak berhenti) karena pembesaran jantung, kondisi yang jarang terjadi dan tanpa tanda-tanda nyata. Sudah beberapa minggu sejak ia meninggalkanku, dan segalanya masih mengingatkanku padanya - lagu-lagu kami di radio, restoran tempat kami merayakan hari jadi, kalung kura-kura yang ia beli dari Hawaii. Tetapi apa yang bisa aku lakukan adalah merasa bersyukur atas waktu-waktu yang sudah kami miliki. Aku menyadari bahwa jika kamu mencintai seseorang, kamu harus selalu merasa bahagia bersamanya setiap waktu. Buatlah kenangan-kenangan yang baik daripada yang buruk - karena tidak peduli apapun yang terjadi, kenangan baik adalah kenangan yang selalu ingin kamu ingat kembali.

7 hal: bagaimana cara berpisah secara baik-baik

Kadang, suatu perpisahan adalah jalan terbaik dalam sebuah hubungan. Setelah kamu sudah berusaha untuk mempertahankan hubunganmu, ada kalanya hasilnya tidak sesuai dengan harapanmu dan itu membuatmu datang pada sebuah keputusan... Berpisah. Mungkin keputusan itu akan sangat berat untuk dikatakan namun masih lebih mudah daripada kamu harus tinggal di dalam sebuah hubungan yang buruk. Well, satu hal yang harus kamu pahami adalah bahwa pasanganmu pernah menjadi bagian hidupmu dan bagian dalam suka dukamu. Itu berarti kamu tidak bisa seenaknya memutuskan hubunganmu tanpa menunjukkan respek terhadap dirinya. Hubungan yang tidak diakhiri dengan baik hanya akan melukai perasaannya lebih jauh lagi
Bagaimana cara untuk berpisah dengan pasangan secara baik-baik:
1. Katakan secara langsung
Jangan pernah memutuskan hubunganmu lewat telepon, sms, atau yang lebih parah lagi, lewat temanmu. Meskipun sulit, kamu adalah orang yang sudah membuat keputusan itu, maka kamu harus berani menghadapi dirinya. Hargai dirinya dan hubungan yang pernah kalian jalin.
2. Lakukan di tempat yang privat
Sudah jelas bahwa ini adalah sebuah topik yang sensitif untuk dikatakan, maka katakan di tempat dimana hanya ada kalian berdua saja. Lebih baik lagi apabila tempat itu nyaman baginya, seperti di kamarnya sendiri. Selain untuk membuatnya tidak merasa terlalu tertekan, seringkali setelah kamu mengatakan keputusanmu, dia akan bereaksi penuh emosional misalnya marah atau menangis... Tentu saja kamu tidak ingin orang lain melihat, bukan?
3. Jangan tiba-tiba langsung mengabaikannya dan menggantungkan hubunganmu
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah kamu menggantungkan hubunganmu tanpa berkata apa-apa dan berharap dia yang mengakhiri hubungan terlebih dahulu. Ibaratnya, hubunganmu sendiri adalah hubungan yang terikat pada seutas benang, apabila kamu menggantungnya, benang itu bisa putus dalam waktu yang tidak lama... cepat atau lambat kamu harus mengatakan keputusanmu itu. Selain itu dengan menggantungkan hubungan, menunjukkan bahwa kamu adalah seorang pengecut.
4. Katakan secepatnya DAN di saat yang tepat
Lebih cepat dikatakan, maka akan lebih baik untuk dirimu sendiri dan dirinya. Tapi perhatikan juga apakah dia sedang dalam suatu kesibukan dan tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan atau apakah dia sedang dalam suatu masalah serius. Tunggulah beberapa saat sampai kamu merasa bahwa ia sudah siap untuk mendengarkan apa yang mau kamu katakan.
5. Katakan dengan jelas mengapa hubungan harus berakhir
Karena kamu adalah pihak yang ingin mengakhiri, maka kamu harus punya alasan yang jelas mengapa hubungan harus berakhir. Jangan berputar-putar atau mengatakan sesuatu yang kamu belum yakin. Jika ia menanyakan sesuatu secara detil, jelaskan!
6. Jangan gunakan kata-kata kasar
Respect! Katakan keputusanmu dengan tenang dan dengan bahasa yang pantas. Kata-kata kasar justru malah akan menyakiti perasaannya dan mungkin saja membuat ia dendam terhadapmu.
7. Bersikap bijaksana terhadap reaksinya
Perpisahan adalah saat-saat yang penuh emosional. Maka kamu dapat memperkirakan bahwa bisa saja ia marah atau menangis. Kamu harus tetap tenang, memberikan waktu baginya untuk menenangkan diri, dan menghiburnya, tapi tentu saja kamu harus melakukannya seperti seorang teman. Berhati-hatilah terhadap drama, karena seringkali, ia akan melakukan sesuatu yang membuatmu membatalkan keputusanmu. Kamu sudah yakin pada keputusanmu, jangan terpancing!

At last but not least, jangan berjanji terlalu banyak seperti ‘kita bisa menjadi teman baik’. Karena terlalu sering berada di dekatnya setelah putus seperti memberikan sinyal harapan bahwa kalian bisa bersama lagi seperti seorang kekasih. Itu akan mempersulit dirimu dan dirinya untuk menemukan orang-orang baru. Pada akhirnya, lama kelamaan apabila kalian sudah pulih dari perasaan sakit, kalian akan bersahabat dengan sendirinya... Tanpa ‘perjanjian’ yang kamu katakan saat berpisah.

10 ciri-ciri lelaki setia

10 Ciri-ciri Pria yang Baik Sebagai Pasangan Hidupmu
Mencari pria untuk sekedar menjadi pacar sebenarnya bukan hal yang sulit. Yang sulit adalah mencari pria yang pantas untuk menjadi pendamping hidupmu. Sayangnya, banyak pria di luar sana yang memanfaatkan kelemahan wanita yang rentan terhadap rayuan untuk dengan mudah mendapatkan mereka. Supaya kamu dapat memilih pasangan hidup yang tepat, berikut ini adalah 10 ciri-ciri pria yang baik dan untuk dijadikan pasangan hidupmu:
1. Pria yang bisa memperlakukanmu dengan baik
Bukan dengan memperlakukanmu seperti putri raja dan memanjakanmu setiap hari, tetapi ia tahu apa yang harus ia lakukan untuk menunjukkan cintanya dan tidak akan pernah menyakitimu. Apabila tanpa ia sadari ia menyakiti dirimu, ia tidak ragu untuk mendatangimu, mengakui kesalahan dengan jantan dan meminta maaf dengan tulus. Ia adalah pria yang menghargai dan menghormati wanita. Tidak ada yang lebih menjijikkan dibandingkan pria yang merendahkan, sering melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadap wanita.
2. Pria yang kata-katanya sesuai dengan tindakannya
Ketika ia berkata ya, maka ia akan melakukannya, ketika ia berkata tidak, maka ia akan tidak akan melakukannya. Termasuk dalam ciri-ciri ini adalah pria yang setia terhadap pasangannya. Saat ia berjanji bahwa kamu adalah wanita satu-satunya yang ia cintai, maka ia benar-benar tidak memiliki wanita lain di hatinya. Intinya, ia mampu mempertanggungjawabkan kata-katanya dan merealisasikannya dalam tindakan (tidak plin plan).
3. Pria yang mencintaimu luar dan dalam
Mengapa pria seperti ini tepat? Karena ia tidak mencintai kecantikan fisik wanita saja. Ia bisa mencintai segala kelebihan dan kekuranganmu, baik fisik, sikap, dan kebiasaanmu. Dan yang paling penting, ia bisa mencintai ketidaksempurnaanmu secara sempurna.
4. Pria yang punya masa depan cerah
Jika kamu benar-benar serius untuk membina hubungan sampai jenjang pernikahan, maka karakteristik ini harus benar-benar kamu pikirkan. Apakah kamu harus memilih pria yang mapan dalam pekerjaan dan keuangannya? Tidak juga. Yang paling penting adalah ia dewasa dalam berpikir dan memiliki rencana-rencana ke depan yang jelas, tidak menghabiskan waktunya hanya dengan bermain game dan menonton tv. Ia bisa menyeimbangkan antara having fun dan beristirahat dengan pekerjaan dan produktivitas.
5. Pria yang mampu membimbing dan melindungimu
Dalam sebuah hubungan, pria adalah leader. Bersamanya, kamu dapat berkembang menjadi wanita yang lebih baik. Ia juga menjadi orang pertama yang berada di depanmu untuk melindungimu dari segala macam bahaya.
6. Pria yang percaya diri
Ia mungkin tidak tampan, tapi ia selalu terlihat bersemangat, wajahnya cerah, berani menghadapi orang, dan memiliki kepribadian yang menyenangkan. Dan yang paling penting adalah ia tetap menjadi dirinya sendiri dan tidak berusaha mati-matian untuk mengubah sikapnya dan berperilaku seperti orang lain (misalnya aktor yang kamu suka) ketika ia mencoba untuk menarik perhatian dirimu.
7. Pria yang independen
Apakah pria yang meluangkan setiap jam,menit,dan detik untuk dirimu adalah pria yang tepat untukmu? Singkat saja, TIDAK. Karena itu berarti ia terlalu terikat pada dirimu dan bisa membuatnya bersikap posesif ketika ia sudah mendapatkan dirimu. Pria yang independen adalah pria yang juga memikirkan hidupnya sendiri, meluangkan waktu untuk keluarga dan teman-temannya dan mengerjakan hobinya sendiri. Sekali lagi, jangan pernah memilih pria yang terlalu lekat dan terlalu membutuhkanmu, karena ia sendiri yang akan menjadi orang yang merusak hubunganmu dengan dirinya dan orang lain di masa depan.
8. Pria yang apresiatif
Ia adalah orang yang peka dan perhatian terhadap hal-hal kecil yang kamu lakukan. Ketika kamu berusaha untuk tampil cantik, ia akan memujimu. Ketika kamu mengambilkan air minum untuk dirinya, ia akan mengucapkan terima kasih. Ketika kamu melakukan hal-hal yang di luar kebiasaanmu, ia mengamati perubahanmu.
9. Pria yang jujur dalam bertindak dan berkata-kata
Ia bisa berkata yang sebenarnya terjadi ketika ia melakukan kesalahan dan ia melakukan segala sesuatu untuk dirimu dengan tulus tanpa maksud buruk tertentu. Selain itu, ia adalah pria yang tidak mencari approval (persetujuan) darimu dengan selalu memberikan pujian, tetapi ia juga bisa mengkritik dirimu ketika kamu melakukan kesalahan. Pujian penting untuk membuatmu semakin termotivasi sedangkan kritik penting untuk membuatmu menjadi wanita yang lebih baik lagi.
10. Pria yang punya moralitas yang baik
Tingkat moralitas dirinya juga berpengaruh terhadap hubunganmu kelak. Pria yang jarang bermasalah dengan dirinya sendiri dan masyarakat cenderung akan berlaku baik dalam hubungan denganmu. Moralitas yang rendah (suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan, akrab dengan kriminalitas, narkoba, dan free-sex) akan membawa sebuah hubungan ke dalam masalah kekerasan, pertengkaran, dan perselingkuhan.

cara meningkatkan kecerdasan emosional (EQ)





kecerdasan emosiDi postingan sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian kecerdasan emosi dan arti penting kecerdasan emosi. Dari beberapa alasan kenapa pentingnya kecerdasan emosional dalam menata kehidupan dan meraih kesuksesan maka tiba saatnya kita untuk meningkatkan kecerdasan emosional.
Setelah membaca beberapa sumber kami mendapatkan cara bagaimana kecerdasan emosi dapat kita tinggkatkan. Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan sebagai langkah awal guna meningkatkan kecerdasan emosi. Dua ahli EQ (Emotional Quotient), Salovey & Mayer (1990) – pengembang konsep EQ, jauh sebelum Goleman – merangkumnya menjadi lima aspek berikut ini : a. kesadaran diri (self awareness), b. mengelola emosi (managing emotions), c. memotivasi diri sendiri (motivating oneself), d. empati (emphaty) dan e. menjaga relasi (handling relationship). Seperti halnya Peter dan Salovey, pada mulanya Daniel Goleman pun menyebut 5 dimensi guna mengembangkan kecerdasan emosi yaitu a. Penyadaran Diri, b. Mengelola Emosi, c. Motivasi Diri, d. Empati dan e. Ketrampilan Sosial. Dalam buku terbarunya yang membahas kompetensi EQ, “The emotionally Intelligent Workplace” Goleman menjelaskan bahwa perilaku EQ tidak bisa hanya dilihat dari sisi setiap kompetensi EQ melainkan harus dari satu dimensi atau setiap cluster-nya. Kemampuan penyadaran social (social awareness) misalnya tidak hanya tergantung pada kompetensi empati semata melainkan juga pada kemampuan untuk berorientasi pelayanan dan kesadaran akan organisasi.
Dikatakannya pula ada kaitan antara dimensi EQ yang satu dengan lainnya. Jadi tidaklah mungkin memiliki ketrampilan sosial tanpa memiliki kesadaran diri, pengaturan diri maupun kesadaran sosial.
Beberapa cara yang dipaparkan di atas,  ada beberapa yang juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan emosional yang kami ambil dalam artikelnya Mocendink, yaitu:

A. Mengenali emosi diri
Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian
B. Melepaskan emosi negatif
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
C. Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu : Pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya.
Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
D. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional–menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati–adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
E. Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
F. Mengelola emosi orang lain
Jika ketrempilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia. Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.
G. Memotivasi orang lain.
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.